Memahami Buzzer sebagai 'Tentara' Digital Bayaran

Memahami Fenomena Buzzer dalam 30 Menit

Fenomena buzzer di Indonesia bukan sekadar “akun berisik” di media sosial, tetapi merupakan mesin propaganda modern yang berperan besar dalam membentuk opini publik. Buzzer bekerja secara sistematis, terstruktur, dan terorganisir, sehingga dampaknya terhadap demokrasi sangat signifikan.

Dari Promosi Produk ke Senjata Politik

Awalnya, buzzer muncul sekitar tahun 2009 hanya untuk kepentingan promosi produk dan tren komersial. Namun sejak Pilkada DKI 2012, peran buzzer mulai dipolitisasi. Mereka tidak lagi sekadar memasarkan, melainkan menjadi alat untuk menyerang lawan politik, membentuk citra, hingga memanipulasi opini publik

Propaganda Murah tapi Efektif

Bagi penguasa, buzzer adalah alat propaganda murah namun berdampak besar. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat anggaran pemerintah untuk aktivitas digital (influencer dan buzzer) mencapai Rp1,29 triliun (2014–2020)

Buzzer digunakan untuk membungkam kritik, menyebarkan disinformasi, hingga menciptakan ilusi dukungan publik.

Dampak Serius bagi Demokrasi

Kehadiran buzzer mengakibatkan beberapa kerusakan utama:

  1. Distorsi Kebenaran – isu penting ditenggelamkan oleh kebisingan propaganda

  2. Normalisasi Kekerasan Digital – seperti doxing, intimidasi, hingga kriminalisasi kritik

  3. Erosi Kepercayaan Publik – masyarakat semakin sulit membedakan fakta dan manipulasi

  4. Pembiasan Kolektif – kebohongan dianggap lumrah karena terus diulang

Bagaimana Melawannya?

Buzzer adalah wajah baru politik kotor yang kini hadir terang-terangan di ruang digital. Namun masyarakat sipil masih punya senjata: kesadaran kritis, solidaritas digital, dan keberanian moral

Dengan mendukung jurnalisme independen dan menolak ikut menyebarkan kebohongan, publik dapat menjaga ruang demokrasi dari manipulasi buzzer.


Simak Video Lengkapnya


Selengkapnya lihat di sini